Benarkah dalam kitab-kitab fikih tidak
ada kesunahan mengusap wajah setelah Salat? Bagaimana pula hukum
bersalaman setelah Salat? Ahmad Arifin, Sby.
Jawaban:
Memang benar, dalam kitab-kitab fikih
Syaifiiyah tidak ada kesunahan tersebut. Namun, apa yang telah banyak
dilakukan oleh umat Islam tersebut berdasarkan sebuah hadis:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ
النَّبِيَّ g كَانَ إِذَا صَلَّى وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ مَسَحَ
بِيَمِيْنِهِ عَلَى رَأْسِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللهِ الِّذِي لاَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ
وَالْحَزَنَ وَفِي رِوَايَةٍ: مَسَحَ جَبْهَتَهُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى
وَقَالَ فِيْهَا “اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ” (رواه
الطبراني في الأوسط والبزار بنحوه بأسانيد وفيه زيد العمى وقد وثقه غير
واحد وضعفه الجمهور وبقية رجال أحد إسنادي الطبراني ثقات وفي بعضهم خلافمجمع الزوائد 10/ 145)
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah Saw jika selesai dari salatnya, beliau mengusap
kepalanya (dalam riwayat lain keningnya/jabhat) dengan tangan kanannya
dan berdoa ‘Bismillahi alladzi Laa ilaaha illaa huwa ar-Rahmaanu
ar-Rahiimu. Allahumma adzhib ‘anni al-hamma wa al-hazana (Dengan nama
Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Ya Allah hilangkan dari
saya kesedihan dan kesusahan)”
Al-Hafidz al-Haitsami berkata: HR
ath-Thabrani dalam al-Ausath dan al-Bazzar. Sebagian perawinya dinilai
terpercaya dan dlaif, perawi lainnya terpercaya. Seandainya pun hadis
ini dlaif, maka sesuai kesepakatan ulama ahli hadis bahwa hadis dlaif
boleh diamalkan dalam keutamaan amal.
Sedangkan bersalaman setelah salat berdasarkan hadis:
وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ خَرَجَ
رَسُولُ اللهِ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ
صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ، وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ، وَبَيْنَ
يَدَيْهِ عَنَزَةٌ … وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ ،
فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ،
فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِى، فَإِذَا هِىَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ،
وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ (رواه أحمد والبخاري)
“Diriwayatkan dari Abu Juhaifah
bahwa Rasulullah Saw keluar dari pada siang hari yang sangat panas
menuju Bathha’, kemudian berwudlu’, salat Dzuhur 2 rakaat dan Ashar 2
rakaat dan dihadapan beliau ada tongkat (sebagai sutrah/pembatas).
Kemudian Rasulullah Saw berdiri, dan orang-orang memegang tangan beliau
(bersalaman) dan meletakkan tangan beliau ke wajah mereka. Saya (Abu
Juhaifah) juga melakukannya. Ternyata tangan beliau lebih sejuk daripada
salju dan lebih harum daripada minyak misik” (HR al-Bukhari No
3289 dan Ahmad No 18789. Dalam riwayat lain para sahabat bersalaman
dengan Rasulullah Saw setelah salat Subuh, HR Ahmad No 17513 dari Yazid
bin Aswad)
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip pendapat para ulama:
قَالَ النَّوَوِيّ: وَأَمَّا تَخْصِيصُ
الْمُصَافَحَةِ بِمَا بَعْد صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَقَدْ
مَثَّلَ اِبْنُ عَبْدِ السَّلَامِ فِي “الْقَوَاعِدِ” الْبِدْعَةَ
الْمُبَاحَةَ مِنْهَا. قَالَ النَّوَوِيّ: وَأَصْلُ الْمُصَافَحَة سُنَّةٌ،
وَكَوْنُهمْ حَافَظُوا عَلَيْهَا فِي بَعْضِ الْأَحْوَال لَا يُخْرِجُ
ذَلِكَ عَنْ أَصْلِ السُّنَّةِ(فتح الباري لابن حجر – ج 17 / ص 498)
“An-Nawawi berkata: Penentuan
bersalaman setelah salat Subuh dan Ashar digolongkan oleh Ibnu
Abdissalam seabagai bid’ah yang diperbolehkan. An-Nawawi berkata: Pada
dasarnya bersalaman adalah sunah. Mereka melakukan salaman pada
waktu-waktu tertentu tidaklah sampai menyimpang dari sunah” (Fath al-Baari 17/498)
Niki ingkang saget qulo aturaken . Suwun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar